Kesakitanku; Kesakitan Ibuku

Persiapkanlah!!
“Semoga kau temukan Bahagia diantara peristiwa kesakitanku”
“Semoga persiapanmu itu tidak menjadikanku lelaki lemah, tidak menjadikanku orang yang memaki keadaan, atau mungkin bahkan sampai tega memaki-maki Tuhan semesta alam” (Na’udzu Billah).
“Semoga saja keajaiban bisa membuatku menjadi ikhlas, menjadikanku pribadi yang tagguh dan kuat tanpa air mata”.
“Semoga kejadian itu menjadikanku untuk lebih bersyukur atas semua kepercayaan dan keyakinan yang kupunya”.

Ilustrasi Adegan perih. Dok. rumah baca mugijaya
Masih tidak dapat dipungkiri, Maulan ternyata hingga detik ini tidak dapat melupakan sosok Renita. Renita adalah gadis anggun, raut wajahnya manis, terasa tentram jika dipandang, bahkan amat sangat merugi jika sesekali mata berkedip. Bukan hanya itu saja, selain manis Renita juga sangat baik. pintar dan juga sopan. Wajar saja jika Maulana hingga detik ini belum bisa melepasnya, ya walaupun mereka sudah hampir sebulan lamanya putus, namun sosok Renita tak bisa lepas dari bayangannya. Ibarat makanan, mungkin tak ada peringatan kadaluarsa.

Maulana adalah sosok sederhana, apa adanya dan bisa digolongkan orang-orang baik. Hobinya yang tidak lain adalah suka menulis, menjadikan ia mampu untuk merangkai kata-kata. Banyak diantara perempuan-perempuan yang ingin mendekatinya, tapi apalah daya, perempuan-perempuan itu seolah dianggapnya tidak ada, lantaran sosok Renita yang membuatnya tergila-gila.

Sabtu sore di halaman rumah. Maulana duduk sambil memegang pinsil dan kertas, ia mencoba menulis sebuah puisi indah untuk Renita. Ia menulis, lantaran rindunya kepada Renita amatlah sangat besar, selepas Renita memutuskannya genap hampir sebulan lamanya. Pinsilpun sudah ia arahkan pada kertas putih. Seketika ia terdiam dan mencoba mencari kata-kata dan merangkainya. Namun apalah daya, diamnya itu ternyata hanyut dalam lamunan. Sesaat menjadi ngilu, lalu seketika ia tersadar dan ia pun berucap....

“kenapa harus kamu yang bersandiwara dan bermain drama, kenapa harus kamu? Kamu terlalu manis dan cantik untuk sebuah kepura-puraan. Kamu terlalu anggun bahkan sopan untuk sebuah pengkhianatan, seharusnya kau tak pelu lakukan itu padaku! Seharusnya aku, aku yang melakukan itu semua, sebab aku adalah lelaki”.

Niat awal membuat sebuah puisi indah untuk Renita ternyata gagal total, Maulana tidak dapat merangkai keindahan-keindahan yang ada dalam diri Renita, sebab lantaran yang ada dalam pikiran Maulana hanyalah kesakitan, sebuah kebimbangan, bahkan pencampakkan yang dulu Renita lakukan kepadanya. Rasa kecewa selalu membayangi dirinya, selalu ada dalam ingatannya.

“Maulana... maulana!” tak lama terdengar suara memangil namanya. Maulana pun mencari sumber suara yang memanggilnya itu. “Oh, ternyata, Ibu”.
“Maulana, kamu darimana saja?” (ibu bertanya)
Lalu Maulana pun menjawab dengan nada yang sangat pelan, seolah tak terjadi apa-apa padanaya. “aku dari teras bu, aku tadi duduk sambil melihat kendaraan yang lewat.”
“Oh... yasudah” (jawab ibu).
“Oh iya, tolong kamu belikan ibu obat sakit kepala ya, kepala ibu sakit!” dengan sambil memegang kepala, ibunya menyuruh Maulana membeli obat.
“Ibu sakit? (Tanya Maulana dengan nada panik) Yasudah, bu, Maulana beli obatnya sekarang. Ibu istirahat saja dulu, tiduran di kamar.
“Bu, sudah kubilang, makanya ibu jangan sampai kecapean kalau mengerjakan pekerjaan rumah, alhasil seperti inkan”. Seraya memberikan masukan dan perhatian. Maulana pun akhirnya bergegas pamit keluar rumah untuk membeli obat.
Di jalan, Maulana terus saja membayangkan Renita, karena Renita merupakan perempuan yang ia yakini kelak akan menjadi pendamping hidupnya. Ya, walaupun kenyataan setelah lebaran nanti, Renita akan bertunangan dengan laki-laki lain.
Resah, gelisah, bahkan kecewa, bercampur membabi buta di pikiran Maulana. Wajar saja jika rasa seperti itu mengerogoti Maulana, sebab Maulana pun masih tetap tidak mengerti kenapa Renita memutuskannya dulu, padahal tidak ada konflik, tidak ada pihak ketiga, tidak ada masalah sama sekali waktu itu.

Waktu terus saja berputar. Semilir angin masuk di sela-sela jendela, membelai rambut Maulana diantara lamunannya. Kali ini, Maulana mencoba untuk mengikhlaskan semua kenyataan pahit itu. Mencoba melupakan semua dari pikirannya.

“Ya, aku percaya ini adalah takdir, aku memang dilahirkan untuk tidak bersamanya, mungkin Tuhan terlalu sayang padaku, sehingga aku di suruh membuka mataku lebar-lebar dengan apa yang sudah terjadi. Sakit yang kurasa ini, mungkin setitik pelajaran berharga yang harus aku terima untuk bekal nanti.” (gumam Maulana dalam kamar).

“Maulana... Maulana !” suara ibu terdengar jelas dibalik ruang kamar, memanggil.
“Iya, bu! Kenapa bu, ada apa?” (Tanya Maulana pada ibunya)
Ibu pun menjawab, “Maulana, tolong belikan ibu obat batuk ya!”
“Ibu sakit lagi?” (Tanya Maulana)
“Tidak kok, ibu hanya batuk biasa, nanti juga sembuh”. (jawab ibu).
“Yasudah, ibu duduk dulu, istrahat. Maulana keluar sekarang, cari obatnya”.

Sepanjang perjalanan, lagi, lagi dan lagi Maulana merasa bingung dan bertanya-tanya. kenapa yah rasa sakitku ini seolah-olah ibuku juga ikut merasakannya. Setiap aku merasa terpuruk dalam bayangan Renita, ibuku pun selalu menyuruhku untuk membeli obat.

“Ah! Memang seharusnya aku harus bisa melupakan sosok Renita.” (gumam Maulana dalam perjalanannya untuk membeli obat).

Perlahan, Maulana akhirnya bisa menerima kenyataan, ia sudah bisa menerima tanpa adanya kabar dari Renita, bahkan dengan pertunangan itu, “Ah, masa bodoh!!!” gumamnya dalam hati. Ia pun sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan santainya, ketika teman-teman Maulana bertanya tentang hubungannya dengan Renita.
Maulana pun akhirnya sudah mulai menjalani hidupnya sediakala, dan melanjutkan hobi menulisnya. Ya walaupun terkadang nama Renita tidak luput dari setiap tulisan-tulisannya itu.

“Biarlah kau hilang, tapi kau akan tetap ada dalam setiap tulisanku. Kau akan tetap menjadi apa yang aku tulis. Namun bukan sebagai segalanya, maaf, karena segalanya sudah kau renggut lalu kau buang.”

....Bersambung...

Terimakasih sudah membaca

Related Posts:

Perguruan Tinggi Terbaik Indonesia Versi Kemenristekdikti, Agustus 2016

Ada yang berbeda pada perayaan hari kemerdekaan Indonesia kali ini, khususnya bagi perguruan tinggi Indonesia. Dirjen Kelembagaan Ristekdikti, memaparkan bahwa saat ini ada sekitar 134 perguruan tinggi negeri dan 4.000 perguruan tinggi swasta. Dalam hal ini, perlu sekiranya dibuatkan sebuah peringkat agar ke depannya bisa semakin mendorong perguruan tinggi dalam mengembangkan kapasitas pendidikan mereka, ujar Patdono di Gedung BPPT.


Tidak banyak perubahan sebenarnya dalam pemeringkatan perguruan tinggi kali ini, hanya saja ada beberapa posisi yang naik turun seperti misalnya UI naik satu peringkat dari tahun sebelumnya, sedangkan IPB turun ke posisi keempat walaupun skornya sendiri mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya, yakni 3,49 menjadi 3,54,” 

Dalam hari kemerdekaan ini Insitut Teknologi Bandung (ITB) masih menempati posisi teratas, sebagai kampus terbaik se-Indonesia berdasarkan penilaian Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Tidak hanya berada di posisi sama dari tahun sebelumnya, melainkan angka penilaian yang didapat juga meningkat dari sebelumnya 3,74 menjadi 3,78. Lebih lengkapnya berikut ini "10 Besar Peringkat Perguruan Tinggi" di Indonesia tahin 2016, versi Kemenristekdikti, Agustus 2016 :

1. ITB Bandung dengan raihan skor 3,78

2. UGM Yokyakarta dengan raihan skor 3,72

3. UI Jakarta dengan raihan skor 3,69

4. IPB Bogor dengan raihan skor 3,54

5. Unibraw Malang dengan raihan skor 3,24

6. ITS Surabaya dengan raihan skor 3,17

7. Unair Surabaya dengan raihan skor 3,15

8. Unhas Makassar dengan raihan skor 3,06

9. Undip Semarang dengan raihan skor 3,04

10. Unpad Bandung dengan raihan skor 2,97

Mohammad Nasir menambahkan, adapun "Indikator Penilaian" PTN terbaik versi KEMENRISTEKDIKTI ini berdasarkan pada:

1. Dosen (12%), 
2. Kualitas dosen (18%), 
3. Akreditasi (30), 
4. Kualitas kegiatan kemahasiswaan (10%), dan 
5. Kualitas kegiatan penelitian (30%).

Related Posts:

Sadis


Ini bukan tentang malam.....

Part 1

Kau datang lalu kau pergi...

Part 2

Lewat kata-kata kucoba melawan...

Part 3

Mulutmu misteri...
Part 4

Kau Pendusta...?
:)


Related Posts:

Official Line Ruang Baca Mugi Jaya

Official Line Ruang Baca Mugi Jaya
Follow